Menyiasati Pengeringan Gabah Saat Hujan
Musim panen padi mulai berlangsung di beberapa sentra pangan di tanah air. Namun dengan kondisi masih banyak hujan, kualitas gabah menjadi turun karena tingginya kadar air. Imbasnya harga jual gabah/beras milik petani anjlok di bawah ketentuan pemerin. Untuk GKP kadar air 25% dan kadar hampa 10%. Untuk GKG kadar air 14% dan kadar hampa 3%. Sedangkan kualitas beras kadar air 14%, butir patah 20%, butir menir 2% dan derajat sosoh 95%.
Cara Tradisional
Bagi petani kecil di Indonesia khusunya di wilayah Kecamatan Karanganyar, pasca panen saat musim penghujan menjadi persoalan tersendiri, terutama dalam pengeringan. Proses pengeringan gabah merupakan cara untuk menurunkan kadar air (KA) gabah dari gabah kering panen (sekitar 23-29%) menjadi gabah kering giling (sekitar 14%).
Setelah panen, gabah harus segera dikeringkan karena kadar air gabah setelah panen masih cukup tinggi (sekitar 23-30%). Gabah yang disimpan tanpa pengeringan terlebih dahulu akan rusak. Bahkan jika terlambat mengerikan, maka akan menurunkan mutu dan hasil panen, seperti butir kuning, biji rusak, dan rendemen giling yang rendah.
Pengeringan gabah dapat dilakukan secara tradisional menggunakan tenaga matahari (penjemuran) atau dengan menggunakan alat/mesin pengering buatan. Namun proses pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi atau kondisi panas yang tidak kontinyu akan menyebabkan kadar beras pecah menjadi tinggi.
Sejumlah petani di Indonesia kadang mengakali dengan berbagai cara untuk pengeringan. Contohnya petani di Desa Karangjambu Kecamatan Karangjambu, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, petani menyiasati keterbatasan tersebut dengan menjemur padi secara tradisional dan sederhana. Alternatifnya di pinggir jalan atau halamam rumahnya dengan beralaskan terpal.
Salah satu petani asal Desa Karangjambu, Kecamatan Karanjambu, Sungkowo mengatakan, setelah dijemur, padi yang sudah agak kering diangkut lagi ke dalam rumah dan “dijereng” di terpal supaya kena angin. Esoknya, kalau ada sinar matahari, dilakukan penjemuran lagi di halaman hingga 3-4 kali. “Setelah padi benar-benar kering, proses selanjutnya adalah menyimpannya di dalam karung plastik,” katanya.
Menurut dia, penjemuran secara tradisional ini sudah jamak dilakukan petani. Diakui, cara tersebut memang merepotkan, karena harus berburu dengan hujan. “Apalagi matahari saat musim panen Maret – April juga tak begitu terang, sehingga perlu penjemuran secara berulang-ulang hingga 3-4 kali,” tuturnya.
Meski petani di Desa Karangjambu belum menggunakan alat modern untuk memanen padi, PPL wilayah binaan sudah memberi arahan agar padi yang sudah dijemur jangan langsung dimasukkan ke karung. Sebab, padi yang belum benar-benar kering akan lembab dan akhirnya membusuk.
“Sebaiknya, padi yang sudah dijemur sehari agar diangin-anginkan terlebih dahulu. Bila belum kering benar, harus dijemur lagi. Setelah benar-benar kering, baru disimpan ke dalam karung plastik,” tutur Sungkowo