RENCANA AKSI PERTANIAN DALAM MENGURANGI EMISI GAS RUMAH KACA

Gas Rumah Kaca (GRK) mengemuka seiring dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim yang dampaknya dirasakan di berbagai wilayah Indonesia. Intergovermental panel on climate change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke -20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui emisi GRK. Konsentrasi GRK di atmosfer setiap tahun mengalami peningkatan dengan kenaikan rerata tahunan sebesar 2,1 ppm. Dampak emisi GRK antara lain : (1) Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi, (2) pemanasan global yang berdampak pada kenaikan permukaan laut, hingga gangguan ekologis yang berdampak pada kondisi sosial dan politik.

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional dalam abad ke 21 akan masih tetap berbasis pertanian secara luas. Namun sejalan dengan tahapan-tahapan perkembangan ekonomi, kegiatan sektor pertanian menghasilkan emisi GRK. Ada enam kegiatan sektor pertanian yang menghasilkan emisi GRK, yaitu pembakaran biomassa, pemberian kapur pertanian, pemupukan urea, N2O langsung dari pengolahan tanah dan pemupukan, emisi N2O tidak langsung dari pengolahan tanah dan pemupukan, serta CH4 dari budidaya padi sawah.

Rencana aksi pengurangan emisi GRK di sektor pertanian dapat diwujudkan dalam kegiatan sebagai berikut :

  1. Pertanian organik. Pertanian organik setidaknya berupaya mendayagunakan potensi lokalita yang ada dengan memanfaatkan bahan-bahan baku input dari sekitarnya, adanya perbaikan tanah, mampu meredam polusi, menghindari penggunaan energy dari luar yang berasal dari bahan bakar fosil berupa pupuk dan pestisida kimia, menghasilkan produk pertanian yang berkualitas sesuai standar mutu, aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan serta adanya kesempatan kerja, kepuasan dan nilai tambah.
  2. Sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (Effective Microorganisme). Model ini memadukan budidaya tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi dan berkesinambungan.
  3. Pertanian berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Berusaha mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada dengan mengkombinasikan berbagai macam komponen system usaha tani, yaitu tanaman, hewan, tanah, air, iklim, dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan efek sinergi yang paling besar.
  4. Sistem Pengendalian Hama Terpadu. Mengelola ekosistem, dengan mengidentifikasi dan menganalisis status hama melalui penetapan ambang ekonomi dengan mengembangkan system pengamatan hama, deskriptif, peramalan, strategi pengelolaan serta penyuluhan.
  5. SRI (System of Rice Intensification). Dirakit sebagai respon atas efisiensi penggunaan sumber daya air, dari aspek lingkungan pengurangan air akan mengurangi aktivitas mikroba metanogen (penghasil gas metana), meningkatkan aktivitas metanotrof (pengguna gas metana) dan mengurangi aktivitas mikroba denitrifier (penghasil dinitrogen oksida).

 

Dengan demikian rencana aksi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dari dampak negative emisi GRK melalui pembanguan pertanian yang berwawasan lingkungan dengan menerapkan system pertanian yang berkelanjutan.

 

Sumber : dari berbagai sumber

 

 

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *